BAB I
PENDAHULUAN
1. 1
LATAR BELAKANG MASALAH
Di
zaman dahulu kita benar benar memusatkan pembelajaran pada guru, guru dianggap
sebagai pusat segala transfer ilmu. Tak sembarang orang bisa menjadi guru dan
mengajar, kebanyakan mereka adalah alim ulama ataupun para tokoh masyarakat,
dan dulu pendidikan dicari bukan hanya untuk meraih gelar maupun karena
tuntutan, namun lebih dikarenakan keinginan kuat dari peserta didik dan karena
itu pulalah mereka sangat patuh dan seiya sekata dengan apa yang diucapkan atau
diperintahkan sang guru.
Semua
ini bertolak belakang dengan dunia pendidikan maupun sistem pembelajaran di
zaman ini. Kini pendidikan adalah suatu kewajiban bagi setiap individu walau
tak jarang masih kita jumpai orang - orang yang tidak dapat mengenyam
pendidikan karena berbagai macam alasan.
Guru
sebagai pusat transfer ilmu dalam pembelajaran tak lagi seagung dulu, banyak
orang bisa menjadi guru asal memiliki akta 4 untuk mengajar, dan hasilnya
adalah tersebarnya guru- guru yang kurang kompeten dalam bidangnya serta tak
seberapa peduli tentang pentransferan ilmu yang ia lakukan.
Di
lain sisi minat siswa siswi juga tak setinggi dulu. Kini kita berangkat sekolah
lebih dikarenakan tuntutan bukan lagi keinginan kuat dari dalam diri.
Kini
kita sering mendengar tentang permasalahan di dalam dunia pendidikan mengenai
masalah penanaman moral, tak ada yang mau disalahkan dalam masalah ini, masyarakat,
orang tua serta guru sama-sama merasa
telah mengajarkan sopan santun dan etika yang benar.
Tak
ayal bahwa semua ini semula berawal dari siswa/sisiwi yang menganggap pendidikan
bukanlah sesuatu yang sakral sehingga tak mau untuk benar- benar meresapi nilai
- nilai dalam setiap pembelajaran, serta guru yang masih kurang bisa menanamkan
nilai - nilai moral dalam kegiatan belajar mengajar.
Untuk
membenahi semua ini, berbagai elemen masyarakat serta pemerintah beberapa tahun ini tengah melakukan berbagai
upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kini kita semua tahu
bahwa berbagai program tengah digalakan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di Indonesia.
Pelatihan
–pelatihan guru, workshop, sertifikasi, peningkatan kesejahteraan guru,
tunjangan pendidikan bagi guru, pemberian dana operasional sekolah, kartu siswa
miskin dan berbagai program kini telah membanjiri dunia pendidikan untuk bisa
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Namun menganti pondasi memang tak
mudah, apalagi pondasi ini adalah pondasi intlektual dan moral manusia.
Mengingat
permasalahan-permasalahan diatas, maka diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki
kondisi pendidikan Indonesia, salah satu upayanya adalah menjadikan siswa
sebagai pusat pembelajaran dan bukan lagi objek pembelajaran. Pembelajaran yang
memungkinkan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran diyakini oleh
sebagian besar para teoritisi, praktisi dan pemegang kebijakan di hampir
seluruh belahan muka bumi ini sebagai sebuah konsep pembelajaran yang
memberikan harapan bagi tercapainya mutu pembelajaran dan dirasa merupakan
salah satu jawaban untuk mengatasi masalah diatas, pembelajaran tersebut
dikenal dengan pembelajaran aktif.
Oleh
karena itu disini saya mengangkat judul “ Karakteristik Peserta Didik Dalam
Pembelajaran Aktif “
1.2
Rumusan
Permasalahan
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini, antara lain :
1. Apa
yang dimaksud dengan peserta didik dan pembelajaran aktif ?
2. Apa
macam macam kepribadian dan karakteristik peserta didik ?
3. Bagaimana
menghadapi karakter- karakter peserta didik ?
4. Bagaimana
mengoptimalisasi pembelajaran aktif ?
1.3
Tujuan
Penulisan
Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk :
1. Memahami
makna dari peserta didik dan pembelajaran aktif.
2. Mengetahui
macam-macam karakteristik peserta didik.
3. Mengetahui
bagaimana menghadapi karakter peserta
didik.
4. Mengetahui
cara mengoptimalkan pembelajaran aktif
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pembelajaran aktif dan peserta didik
Whitherington mengemukakan “Belajar adalah
suatu perubahan dalam kepribadian yang diwujudkan dalam perubahan-perubahan
penguasaan pola respon atau tingkah laku baru yang dinyatakan dalam perubahan
ketrampilan, sikap, kebiasaan, kesanggupan, atau pemahaman.”
Menurut
Akhmad Sudrajat pembelajaran aktif atau active learning adalah segala bentuk pembelajaran
yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Sinolungan (dalam Kurnia,
2007: 4) menyatakan bahwa pengertian Peserta
didik dibagi menjadi dua, yaitu dalam arti luas dan sempit. Dalam arti
luas, peserta didik adalah setiap orang yang terkait
dengan proses pendidikan sepanjang hayat. Sedangkan dalam arti sempit, peserta
didik adalah setiap siswa yang belajar di sekolah. Peserta didik merupakan
subjek fokus utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Sehingga
para guru harus merasa ataumenganggap bahwa pemahaman dan perlakuan terhadap
peserta didik sebagai suatu totalitas atau kesatuan.
2.2 Macam – macam karakteristik peserta didik
Karakteristik Peserta didik sangat
beragam dan berbeda satu sama lainya. Berikut ini adalah tipe-tipe kepibadian
menurut beberapa para ahli agar kita lebih mudah dalam memahami kepribadian peserta
didik sehingga proses kegiatan belajar dan mengajar berlangsung dengan
maksimal.
Menurut Eysenck 1964 (dalam Buchori 1982) Tipe
kepribadian dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Kepribadian Ekstrovert: dicirikan dengan
sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan, aktif bicara, impulsif, menyenangkan spontan,
ramah, sering ambil bagian dalam aktivitas sosial.
-
Kepribadian
Introvert: dicirikan dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol
diri yang baik.
- Neurosis: dicirikan dengan pencemas,
pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang disertai dengan simptom fisik seperti
keringat, pucat, dan gugup.
Menurut
Hippocrates dan Galenus (dalam
Kurnia 2007) tipologi kepribadian berdasarkan cairan tubuh
yang menentukan temperamen seseorang, tipe kepribadian antara lain:
- Tipe kepribadian choleric (empedu kuning),
yang dicirikan dengan pemilikan temperamen cepat marah, mudah tersinggung, dan
tidak sabar.
- Tipe melancholic (empedu hitam), yang
berkaitan dengan pemilikan
temperamen pemurung, pesimis, mudah sedih dan mudah putus asa.
- Tipe phlegmatic (lendir), yang
bertemperamen yang serba lamban, pasif, malas, dan kadang apatis/ masa bodoh.
- Tipe sanguinis (darah), yang memiliki
temperamen dan sifat periang, aktif, dinamis, dan cekatan.
Selain
yang tersebut diatas karakteristik peserta didik juga dapat dilihat dari sudut
pandang masa pertumbuhan anak tersebut. Berikut ini adalah krakteristik
perkembangan pada masa anak samapai masa puber :
-
Krakteristik perkembangan masa anak awal (2-6 tahun)
Masa
anak awal berlangsung dari usia 2-6 tahun, yaitu setelah anak meninggalkan masa
bayi dan mulai mengikuti pendidikan formal di SD. Tekanan dan harapan sosial
untuk mengikuti pendidikan sekolah menyebabkan perubahan perilaku, minat, dan
nilai pada diri anak. Pada masa ini, anak sedang dalam proses pengembangan
kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan. Perilaku anak sulit diatur,
bandel, keras kepala, dan sering membantah serta melawan orang tua. Hal ini
memang sangat menyulitkan para pendidik. Tak heran, apabila para guru Playgroup
sampai SD harus lebih bersabar dalam melangsungkan pembelajaran atau mendidik
siswa. Disiplin mulai bisa diterapkan pada anak sehingga anak dapat mulai
belajar hidup secara tertib. Dan sikap para pedidik sangat berpengaruh terhadap
perkembangan anak.
- Krakteristik
perkembangan masa anak akhir (6-12 tahun)
Karakteristik
atau ciri-ciri periode masa anak akhir, sama halnya dengan ciri-ciri periode
masa anak awal dengan memperhatikan sebutan atau label yang digunakan pendidik.
Orang tua atau pendidik menyebut masa anak akhir sebagai masa yang menyulitkan
karena pada masa ini anak lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya
daripada oleh orang tuanya. Kebanyakan anak pada masa ini juga kurang
memperhatikan dan tidak bertanggung jawab terhadap pakaian dan benda-benda
miliknya. Para pendidik memberi sebutan anak usia sekolah dasar, karena pada
rentang usia ini (6-12 tahun) anak bersekolah di sekolah dasar. Di sekolah
dasar, anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang
dianggap penting untuk keberhasilan melanjutkan studi dan penyesuaian diri
dalam kehidupannya kelak.
-
Krakteristik perkembangan masa puber (11/12 – 14/15 tahun)
Masa
puber adalah suatu periode tumpang tindih antara masa anak akhir dan masa
remaja awal. Periode ini terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap: prapuber, puber,
dan pascapuber. Tahap prapuber bertumpang tindih dengan dua tahun terakhir masa
anak akhir. Tahap puber terjadi pada batas antara periode anak dan remaja, di
mana ciri kematangan seksual semakin jelas (haid dan mimpi basah). Tahap
pascapuber bertumpang tindih dengan dua tahun pertama masa remaja. Waktu masa
puber relatif singkat (2-4 tahun) ini terjadi pertumbuhan dan perubahan yang
sangat pesat dan mencolok dalam proporsi tubuh, sehingga menimbulkan keraguan
dan perasaan tidak aman pada anak puber. Perubahan fisik dan sikap puber ini
berakibat pula pada menurunnya prestasi belajar, permasalahan yang terkait
dengan penerimaan konsep diri, serta persoalan dalam berhubungan dengan orang
di sekitarnya. Orang dewasa maupun pendidik perlu memahami sikap perilaku anak
puber yang kadang menaik diri, emosional, perilaku negative dan lai-lain, serta
membantunya agar anak dapat menerima peran seks dalam kehidupan bersosialisasi
dengan orang atau
masyarakat di sekitarnya.
2.3 Bagaimana menghadapi karakteristik peserta
didik
Menanggapi
tipe kepribadian menurut Eysenck 1964 (dalam Buchori 1982) hal yang harus kita lakukan
kepada peserta didik adalah :
- Kepribadian Ekstrovert: sebagai pendidik
tipe ini lazim semakin kita kembangkan dengan cara memberikan dia tugas yang
membuat dia semakin semangat dan tertantang, sifat dan sikapnya akan membantu
kita dalam memancing peserta didik lain ikut aktif dalam pembelajaran.
-
Kepribadian
Introvert: seyogyanya kita berusaha untuk melatih keprcayaan dirinya dengan
selalu memberi pujian, semangat, dan mendorong dia untuk masuk kedalam
kelompok-kelompok siswa. Menyuruh dia menjawab pertanyaan lalu memberinya
pujian didepan umum merupakan cara yang paling mudah membuatnya makin percaya
diri.
- Neurosis:
sebaiknya kita berusaha mendorong tipe ini untuk lebih aktif bersosialisasi,
menunjuknya lebih sering untuk maju dan menjawab diiringi dengan pujian akan
melatih mental dan keberaniannya. Namun di sisi lain kita perlu memberikan
motivasi melalui nasehat pribadi dan dukungan lainnya.
Untuk
menanggapi tipologi kepribadian menurut Hippocrates dan Galenus (dalam Kurnia 2007)
hal
yang harus kita lakukan adalah :
- Tipe kepribadian choleric (empedu kuning):
untuk tipe ini alangkah baiknya bila kita melatih kesabaranya dengan lebih
sering memasukkan dia dalam kelompok-kelompok belajar, dan berbagai macam
kegiatan yang melatih kesabarannya dalam lingkungan sosial.
- Tipe melancholic (empedu hitam): dorongan-dorongan
serta memujinya adalah hal yang sangat baik kita berikan pada tipe ini, apabila
kita menemukan dia belum mampu memahami pelajaran secara baik maka memberinya
tambahan jam untuk belajar bersama kita adalah cara yang baik untuk
menjadikanya paham dan semakin percaya diri.
- Tipe phlegmatic (lendir): Kita harus berani
untuk tegas pada tipe ini, kedisiplinan dan deadline harus benar-benar kita
berikan padanya, atau bahkan hukuman apabila terlambat atau melanggar adalah
cara membuatnya jera, namun sebelumnya kita harus berusaha mendekati dia secara
personal untuk mengetahui alasan-alasanya agar kita dapat mengarahkannya dengan
benar.
- Tipe sanguinis (darah): memberinya senyuman
dan sapaan adalah cara paling ringan untuk menunjukkan bahwa dia adalah anak
yang baik yang disukai oleh guru sehingga ia tau bahwa ia harus terus lebih
rajin dan aktif dalam belajar.
2.4 Cara mengoptimalisasi pembelajaran aktif
Setelah
kita mengetahui berbagai macam karakteristik anak didik dan tahu bagaimana
menyikapinya, maka akan sangat mudah bagi kita semua untuk mencapai tujuan
pembelajaran kita. Dalam pembelajaran aktif kita dituntun untuk mendorong
peserta didik bekerja sama guna mengembangkan keterampilan sosial., mendorong
peserta didik agar tidak takut berbuat kesalahan, menciptakan suasana senang
dalam melakukan kegiatan belajar dll.
Kita
tak boleh hanya memberikan perhatian kepada anak didik yang pintar dan aktif
saja, namun kita harus mendorong peserta didik yang pasif untuk ikut berperan
aktif dalam pembelajaran, pemerataan biasanya akan sangat terlihat saat kita
memberikan tugas individual, memberikan pertanyaan individual,dsb.
Kita
j
Perlu
adanya kedekatan antara guru dan peserta didik sehingga guru lebih mudah
memahami langkah yang harus dilakukannya untuk mengoptimalkan pembelajaran.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Peserta
didik merupakan subjek utama dalam penyelenggaran pembelajaran. Tugas utama peserta didik
adalah belajar, yaitu kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh
perubahan perilaku dari segala aspek, mulai dari kognitif sampai psikomotorik. Maka
hendaknya para guru benar–benar mengeluarkan segenap kemampuan dan dorongan
untuk bisa mendorong peserta didik dalam belajar, baik di dalam kelas maupun di
luar kelas.
Selama
proses belajar berlangsung, pengembangan kepribadian peserta didik pun ikut berubah.
Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah faktor bawaan termasuk sifat-sifat yang diturunkan kepada
anaknya, pengalaman awal dalam lingkungan keluarga ketika anak masih kecil, pengalaman
kehidupan dll.
Dan
setiap orang memiliki kepribadian yang tidak sama, sehingga dengan ketidaksamaan tiap
individu, para guru / pendidik harus bisa memahami kepribadian masing-masing
agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dan prestasi peserta didik satu
dengan peserta lainnya mempunyai peluang yang sama tanpa membuat kepribadian
buruk mereka muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Sutrisno,
suyoto,dkk. 2000. Psikologi pendidikan. Ponorogo: Pondok modern Gontor
Masthon.
2011.meraih makna pembelajaran, online (masthon.wordpress.com )